Hidup akan terus mengalir, aku menulis untuk mengingatkan dari mana aku memulai
Dec 3, 2005
Nov 9, 2005
Oct 13, 2005
Aku sering merasakan semua benda disekelilingku hidup, bernafas, dan berbicara. Saat merasakan hal itu aku berada dalam keadaan antara sangat senang sekali dan kebingungan harus menempatkan diri. Kadang aku berada dalam suasana yang sangat serius, terlibat dalam berbagai hal detail dari dunia nyata.
Anehnya, dalam kedua situasi ini aku merasa senang. Kebahagian yang pertama disebabkan karena aku merasakan benar-benar hidup sebagai sebuah pribadi tersendiri, sementara kebahagian kedua disebabkan aku berhasil untuk melupakan tujuan hidup itu sendiri.
Oct 4, 2005
Sep 28, 2005
Dunia Berantakan...
Padahal menurut beberapa pakar virus tersebut sangat cepat melakukan mutasi genetik sehingga sekarang telah mampu menembus barrier antar spesies. Misalnya: Kucing yang memakan ayam yang terjangkiti H5N1 akan dapat menjadi carrier bagi penyebaran virus di samping itu penuluran juga dapat dilakukan melalui udara. Seorang Peneliti dari Guan China yang pertama kali melakukan penelitian terhadap Virus ini sangat mengkhawatirkan terjadinya epidemic Global bahkan ia sangat yakin akan terjadinya hal ini.
Terhadap hal ini, aku sedikit kesal dengan pandangan para pedagang ayam melalui asosiasinya yang menolak pemerintah memasukan serangan wabah ini menjadi KLB karena mengkhawatirkannya dampaknya terhadap usaha mereka. Mungkin di kepala mereka hanya ada perhitungan untung rugi tanpa peduli keselamatan orang lain bahkan mungkin diri mereka sendiri dan keluarganya. Aku telah mulai Boikot makan ayam dan produk turunannya dan mulai kesulitan mencari makanan penggantinya :-(
Kejadian lain yang membuatku cemas adalah kenaikan BBM yang sangat Drastis, menurut beberapa sumber sebesar 75%. Persoalannya adalah karena subsidi untuk BBM tahun ini telah mendekati batas yang ditetapkan sehingga untuk beberapa bulan ke depan sudah tidak ada lagi subsidi bagi pembelian BBM. Kenapa kok anggaran dibuat dengan semudah itu? apa gak ada mekanisme lain sehingga rakyat tidak makin susah? apalagi program-program kompensasi yang sangat populis kelihatannya akan sulit mencapai sasaran. Misalnya subsidi pendidikan, jika diperhatikan dalam prakteknya tidak terlaksana. Penyebabnya adalah sistem birokrasi kita terlalu lamban untuk menutupi celah-celak praktek mencari keuntungan dari pihak sekolah dan guru-guru rakus. Misalnya setelah semua biaya BOS dan BOP (Jakarta) diberikan, ternyata masih ada peluang untuk melakukan pungutan dalam bentuk kegiatan les dan ekstrakurikuler.
Kemudian kebijakan untuk memberikan uang 100 ribu sebulan juga hampir pasti akan gagal karena pendataan untuk keluarga miskin belum selesai dan mengadung sangat banyak persoalan dalam penyalurannya. JPK Gakin dan PPMK (Jakarta) tidak berjalan karena persoalan pendataan keluarga miskin yang lemah sehingga akan sangat rawan terjadinya manipulasi data oleh pejabat yang berwenang dalam proses penyalurannya. Jadi hampir pasti kesejahteraan rakyat kecil akan kembali tergerus dengan kebijakan ini.
Tentang kenaikan BBM sebenarnya aku setuju dengan adanya mekanisme penyesuaian harga. Faisal Basri dalam sebuah diskusi juga sangat menganjurkan kenaikan harga BBM, menurutnya akan ada mekanisme adaptasi dari masyarakat. Akan tetapi, menurutku proses adaptasi ini baru dapat dilaksanakan dengan perlahan. Oleh karenanya, kenaikan BBM pun harusnya juga dilaksanakan secara bertahap serta dilakukan dengan penjadwalan yang jelas, misalnya kenaikan setiap 3 bulanan atau setiap bulan seperti pada masa pemerintahan Megawati. Dengan demikian, dunia usaha dan rakyat kecil dapat bernapas dan beradaptasi.
Kejadian menurunnya nilai tukar rupiah juga mengkhawatirkan, cobalah cek di situs BI kenapa kok laporan cadangan Devisa kita sejak bulan Juli tidak lagi diumumkan setiap bulan kepada publik seperti biasanya???
Hal ini membuktikan bahwa penyelenggaraan negara kita berantakan dan itu semua menjadikan dunia kita juga berantakan...
Sep 19, 2005
Refleksi dan mimpi
Jul 30, 2005
Sebuah angin segar berhembus kepada rakyat yang tersandar letih seharian memikul begitu banyak beban hidup. Pemerintah telah mencanangkan program pendidikan gratis begitu yang terdengar? berarti tidak akan ada lagi biaya pendaftaran siswa baru (PSB), tidak ada lagi uang daftar ulang dan tidak ada lagi iuran bulanan yang terasa sangat memberatkan keluarga tidak mampu. Berarti tidak ada lagi yang mesti mereka pikirkan untuk pendidikan anaknya, paling tidak selama ia menjalani pendidikan dasar sembilan tahun semua biaya pendidikan telah ditanggung oleh negara.
Katanya, ada dana yang sangat besar sebesar 6,272 Triliun rupiah yang akan diberikan kepada seluruh SD dan SMP di Indonesia. Sungguh sebuah program yang sangat berani dan merakyat sekali, sangat menyentuh. Saking bersemangatnya mengajukan usulan ini, pemerintah dan panitia anggaran DPR RI ternyata lupa berhitung!
Jika di setiap SD biaya operasional per siswa adalah Rp.235.000,- dan untuk SMP sebesar Rp. 324.000,-maka marilah melakukan perkalian dan penjumlahan sederhana seperti yang diajarkan kepada kita di SD dulu. Menurut data dari Departemen Pendidikan Nasional, Murid SD pada tahun ajaran 2002/2003 berjumlah 25,9 juta dan siswa SMP berjumlah 7,4 juta, maka jika dikalkulasikan hasil penjumlahannya adalah sebagai berikut: (25.900.000 X 235.000) + (7.400.000 X 324 .000) = 6.086.500.000.000 + 2.397.600.000.000 = 8.484.100.000.000. Ternyata ada kekurangan 2,212 trilun.
Nah, inipun jika perhitungan biaya operasional pendidikan yang akan ditutupi melalui block grant mencakupi semua biaya untuk menyelenggarakan pendidikan. Akan tetapi, ternyata pemerintah kembali tidak memperhitungkan biaya real untuk menyelenggarakan sebuah pendidikan. Kesalahan ini mungkin bukan karena kealphaan. Akan tetapi, karena orang-orang pemerintahan kita belum dapat memahami konsep-konsep dalam akuntansi biaya yang lazim diajarkan di tingkat Universitas. Buktinya, biaya-biaya seperti Listrik, telepon, alat tulis, telepon, dan biaya untuk kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler tidak diperhitungkan. Sungguh bukan sebuah kealphaan tapi sebuah kekeliruan.
Berarti akan ada defisit anggaran bagi sekolah, berarti akan adanya usaha untuk mencari tambahan, solusi konvensional atau tidak kreatif yang biasa dipilih adalah menarik pungutan dari orang tua siswa dengan melibatkan Komite Sekolah yang selama ini begitu akur dengan pihak sekolah dalam menyerap dana dari orang tua siswa. Apakah janji pendidikan gratis ini kemudian hanyalah menjadi ilusi saja?
Tapi sebenarnya tidak. Persoalan ini seharusnya tidak usah dikhawatirkan, kebijakan pendidikan gratis masih dapat dinikmati oleh masyarakat. Dengan sebuah syarat: Pemerintah dalam semua tingkatannya mesti serius, peka dan flexible dalam membuat kebijakan yang berpihak pada orang kecil.
Tapi mungkin juga keinginan untuk memiliki birokrasi pemerintahan yang seperti inilah yang merupakan ilusi. Bagaimana tidak. Sampai dimulainya tahun ajaran baru 2005/2006 dimana program pendidikan gratis seharusnya sudah dimulai, Dana Block grant ini belum diturunkan. Alasannya JUKNIS mengenai Standar Pembiayaan Pendidikan baru dapat diselesaikan pada akhir Agustus 2005 ini. Akibatnya, pemerintah mengakui masih kesulitan untuk menghentikan pungutan yang dilakukan sekolah. Simplifikasi permasalahan oleh Mendiknas adalah ' jika pungutan dihentikan sementara anggaran untuk biaya operasional sekolah baru diturunkan akhir Agustus maka sekolah tidak bisa beroperasi, artinya akan banyak sekolah yang tutup '.
Rencana pemerintah untuk mengratiskan biaya pendidikan mulai tahun ajaran 2005/2006 ini praktis telah gagal. Kita telah mendengar banyak berita menyedihkan berkaitan dengan upaya orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya, ada seorang ibu dari Petamburan yang menjadi joki 3 in 1 lalu tertangkap, ada banyak keluarga yang terbelit ' uang panas ' dengan bunga 30% per bulan. Mungkin masih banyak lagi cerita lain yang tidak terungkapkan Sungguh kegagalan yang sangat menyesakkan sebenarnya. Entah agenda ' politik minyak ' seperti apa yang akan diusung (?), bagi saya sendiri ini sebuah kebodohan dan ketidakberpihakan pada rakyat kecil. pemerintah terlihat tidak berusaha mencarikan solusi cepat untuk mengatasi masalah ini? Padahal yang dibutuhkan sekarang adalah menutupi biaya operasional sekolah cuma untuk 2 bulan. Jika dihitung besarnya hanya sekitar 707 miliar rupiah saja.
Menurut saya solusinya tidak terlalu sulit. Misalnya, anggaran pendidikan dalam APBD disetiap daerah diprioritaskan untuk menalangi program yang secara prinsip telah disetujui DPR ini. Potensi dana ini cukup besar dengan telah adanya kebijakan untuk menetapkan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBD tiap daerah, di DKI Jakarta saja ada anggaran untuk program prioritas pendidikan sebesar Rp. 1.059.134.545.786,- dengan program prioritas yang nyaris sama yaitu pengembangan pendidikan dasar.
Ada beberapa pertimbangan dari hal ini. Pertama, untuk menghindari tumpang tindih program dan memungkinkan pemerintah daerah memformulasikan program lain yang bermanfaat dalam menutupi kekurangan program pendidikan gratis dari pemerintah pusat. Kedua, pengawasan dan block grant tahap pertama ini akan lebih efektif jika dilakukan oleh PEMDA. dan Ketiga, untuk menghindari inefisiensi dalam pengelolaan anggaran daerah (sampai dengan pertengahan tahun 2005 realisasi APBD DKI Jakarta baru 3%).
Tapi entahlah, pendidikan gratis dari pendanaan, menurut saya, sangat mungkin ada, sama sekali bukan ilusi. Malah sebuah birokrasi pemerintahan yang punya keseriusan, kepekaan, fleksiblitas, sedikit kecerdasan dan keberpihakan pada rakyat kecil inilah yang justru merupakan sebuah ilusi.
May 4, 2005
May 3, 2005
Mayday tahun ini lewat begitu saja. Sebenarnya aku juga lupa. Diingatkan seorang kawan lewat SMS itupun sudah lewat tengah malam. Apa yang aku tahu tentang gerakan buruh sekarang? hampir tidak ada. Tak ada kontak dengan kawan-kawan buruh. Pernah memang mendengar ada pembentukan sebuah serikat di Bogor, sebuah format serikat buruh yang dulu sempat diancangkan bersama. Dimana bukan hanya buruh bergabung dalam satu pabrik tapi juga dalam satu kawasan industri tertentu. Tapi entah bagaimana perkembangannya. Sama sekali tak ada kabar.
Mungkin aku hanya dapat berkontemplasi tentang keadaan yang terjadi terutama di sektor industri garment (aku yakin belum berubah banyak), dimana aku pernah, paling tidak ada disana. Menjadi saksi sebuah perlawanan.
Seperti setiap zaman, seperti juga Pavel Vlassof dalam Novelnya Gorky, mungkin telah lahir beberapa buruh di daerah-daerah kantong industri yang sedikit punya keinginan melawan terhadap kesewenang-wenangan yang disadarinya dari para pengusaha. Ia mungkin akan berbicara dengan beberapa orang dekatnya, mengajak mereka melakukan sesuatu bagi perbaikan nasib bersama. Paling tidak pemenuhan hak-hak normatif mereka. Segala hak yang telah dijamin UU yang tak pernah mereka dapatkan. Seperti pemenuhan upah minimum, cuti haid dan jemputan bagi karyawan perempuan dsb.
Akan tetapi, kemudian mereka akan terhenti karena tak tahu bagaimana harus melawan, bagaimana harus mengorganisir kekuatan dan mengumpulkan orang-orang. Ia akan berpikir adalah mustahil terjadi perbaikan nasib buruh. Kaumnya yang merana. Ingatannya akan melayang pada hasil dari setiap perjuangan yang diketahuinya. PHK, keluarga yang lalu kemudian menderita atau kembali ke desa entah sebagai apa? karena tanah keluarga sudah tak ada.
Barangkali ia seorang yang berani mengambil resiko. Makanya pada suatu siang ia akan menghadap atasannya dan mengajukan tuntutannya sendiri. Selanjutnya dihari-hari berikut ia akan dimutasi kebagian lain yang memang bukan keahliannya. melakukan beberapa kesalahan, gagal mencapai target produktifitas. Lusa kemudian personalia akan memanggilnya dan meminta pengunduran dirinya. seminggu kemudian ia akan meninggalkan pabrik.
Sekali lagi menjadi contoh bagi buruh lain bahwa sama sekali tidak ada kuasa dari para pekerja. Tidak ada daya. Itulah Gambaran sebuah perjuangan tanpa organisasi. Sebuah kesia-sian saja.
Barangkali ada sedikit kaum buruh yang beruntung, keakraban satu sama lain diantara mereka yang terbina lama telah membentuk sebuah solidaritas pribadi. Saat seorang kawan yang dikenal baik diperlakukan dengan sewena-wena mereka akan membelanya. Pada suatu pagi bersama-sama, mereka akan menghalangi jalan masuk ke pabrik, secara mendadak dan spontan memberikan resistensi terhadap pengusaha. Pengusaha memberikan ultimatum, esoknya beberapa buruh akan masuk lagi ke pabrik.
Sebagian kecil yang masih solider bertahan diluar pagar pabrik. Karena tak berdampak pada produksi, perusahaan mengacuhkan resistensi mereka. Mereka dibiarkan tanpa kejelasan, perusahaan menunggu sampai batas waktu mereka dinyatakan mangkir dan dikeluarkan tanpa pesangon.
Kasus diatas sebuah jenis resistensi yang sangat mudah dipatahkan, ada kasus lain dimana mereka telah membangun seperangkat panitia aksi yang akan solid (seringkali berupa ‘serikat buruh’) yang mengadakan pertemuan, membicarakan taktik perlawanan, memilih waktu yang tepat. Dalam banyak kasus saat perusahaan dibatasi oleh delivery time dari buyer, buruh yang bernegosasi akan dimenangkan. Sesaat situasi pabrik menjadi tempat yang harmonis dan sederajat. Serikat buruh terlibat dalam banyak kebijakan, kehidupan pabrik tersebut lebih baik dari pabrik yang lain yang ada disekitarnya.
Tapi ada semacam persoalan yang ditinggalkan dari keadaan seperti itu sebenarnya. pabrik tersebut jadi tidak kompetitif dimata para buyer yang memberikan orderan. Jika pabrik disebelah mampu mengerjakan dengan biaya yang lebih murah kenapa mesti memberikan pada pabrik dengan biaya tinggi? dalam beberapa bulan kemudian order jadi sepi dan perusahaan ditutup. Sebuah hasil perjuangan gemilang yang juga sia-sia. ternyata.
**
Kasus diatas hanya segelitir dari banyak jenis kasus yang terjadi, tapi paling tidak diperlukan sebuah perubahan paradigma yang diperlukan dalam perjuangan keserikat buruhan di dunia, atau paling tidak Indonesia. Perjuangan keserikatburuhan haruslah mampu melihat keterbatasan dari watak perjuangan tradeunionism. serikat buruh yang kuat saja tidaklah mencukupi.
Apr 19, 2005
Tadi malam, ada seorang maling ditangkap basah
dipukulin, disorakin, dipermalukan... (untung tidak dibakar)
Karena mencuri hp temannya sendiri, katanya untuk bayar tunggakan
telepon yang hampir 2,5 juta
Tadi malam, hukum masyarakat ditegakkan
bahwa milik pribadi itu
harus dihargai tinggi:
Jauh lebih tinggi dari harga diri
Tadi Pagi, di kantor polisi
maling itu dibebaskan
karena semua masalah dapat
diselesaikan...
entah dengan apa
Apr 10, 2005
Oleh: Bertolt Brecht
Terjemahan Agus R. Sarjono
1
Nun Jauh di gelap lembah, orang-orang lapar sekarat.
Kau perlihatkan roti kepadanya, tapi kau biarkan mereka mati.
Sedang kau bertahta Abadi
2
Kau biarkan mati yang muda, juga mereka yang sedang bahagia
Tapi kau halangi mereka yang memilih mati...
Banyak mereka yang telah membusuk
Percaya kepadamu dan mati penuh harapan.
3
Kaum miskin kau biarkan jadi miskin masa demi masa.
Karena kerinduan mereka lebih elok dari surgamu
Bila mereka mati, sayang sekali, sebelum cahayamu tiba
Mereka toh mati bahagia - dan busuk seketika.
4
Banyak yang bilang kau tak ada. Dan lebih baik demikian.
Tapi bagaimana bisa yang demikian menipu bisa tidak ada?
Sedang begitu banyak manusia butuh kau
Dan tak mampu mati dengan cara berbeda.
Atas itu semua jelaskan padaku, lantas kenapa kalau kau tak ada?
(Untuk Tuhan yang kutinggalkan lama)
Mar 17, 2005
Dari ruang sebelah yang kosong
Simfoni kitaro menyelinap dalam kehampaan
memasuki lorong hati
Lampu padam tepat jam satu tadi.
Semua yang bernama hidup lelap.
laron-laron yang bertebangan
pada lampu kristal sedari petang binasa sudah
hanya aku yang terjaga,
inikah kerinduan?
sedativa-hipnotika dosis tinggi
mengusik batang otak untuk terus terjaga
Diluar udara tawar
Malam selabil hatiku
saat dibisikannya
kata selamat tinggal pada bulan:
'Kala siang datang kita akan sama-sama hilang'
Mar 14, 2005
Mar 10, 2005
Polemik mengenai pro kontra kenaikan BBM yang terjadi belakangan ini membuatku berpikir untuk mengemukakan pandanganku sendiri tentang isyu tersebut. Pandanganku ini sebenarnya adalah sekumpulan gagasan, pengetahuan dan juga keyakinan yang membentuk kesadaranku tentang hal tersebut. Mungkin tidak tepat dan akurat, tapi inilah pandanganku.
Rasionalisasi Pemerintah
(dalam ilmu psikologi, Rasionalisasi merupakan mekanisme pertahanan diri orang cerdas)
Semua orang tahu bahwa kenaikan BBM sebesar 29 % tentulah dalam jangka pendek akan meningkatkan biaya hidup masyarakat berupa dampak inflatoir menurunnya daya beli. Pertanyaannya adalah seberapa besar sebenarnya kemampuan untuk membeli (purchasing power) berkurang? Menurut kajian Dr. Umar Said dkk berkerjasama dengan ITS dan TAMF pada akhir 2001 (dengan metode KUT INDOCEEM) inflasi secara nasional akan meningkat sekitar 0,77 sampaidengan1,3 persen untuk kenaikan BBM sebesar 30% (Hasil yang hampir sama dengan perhitungan BI sebesar 1,4 persen).
Jumlah peningkatan inflasi yang sebesar ini tidaklah serta merta menurunkan kesejahteraan sebagian rakyat karena akan ada dana kompensasi untuk pendidikan, kesehatan, usaha kecil dsb. Bisa jadi malah kesejahteraan meningkat (?) karena pemerintah menjanjikan akan mengalokasikan Rp. 17,8 Trilyun dari Rp. 20,3 Trilyun dana yang didapat dari kebijakan pencabutan subsidi ini. Dana Kompensasi ini diberikan dengan 8 sasaran diantaranya beasiswa pendidikan, pelayanan kesehatan, beras murah, serta pembangunan infrastruktur di desa tertinggal.
Sebagaimana terlihat diatas, efek kenaikan harga sebenarnya tidaklah mengkhawatirkan, apalagi menurut hasil perhitungan komponen pengeluaran untuk BBM bagi rumah tangga tidak lebih dari 2,5% (angka persentase ini akan berkurang dengan semakin meningkatnya pendapatan). Demikian juga dengan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi hanya sekitar negatif 0,026 sampai dengan 0,027 persen.
Sekarang marilah kita lihat bagaimana jika subsidi BBM (meski dalam bentuk opportunity lost) tidak dicabut. Jika kebijakan tidak diambil pemerintah akan terus menerus membayar subsidi /kehilangan kesempatan untuk meraih pendapatan yang mencapai Rp. 200 milyar sehari. Dalam setahun Rp. 63 trilyun lebih (2004) dihabiskan untuk mensubsidi BBM. Akibatnya, tergerusnya anggaran negara untuk pembangunan jangka panjang yang sangat diperlukan. Tidak mungkin bukan sebuah negara lepas dari belenggu terbelakangan tanpa adanya upaya pembangunan yang terencana?
Memang banyak argumen yang mendukung pencabutan subsidi BBM, secara teori ekonomi misalnya kebijakan itu dapat dipertanggungjawabkan (teori Kaldor-Hicks pada kondisi Pareto optimal); tidak tepatnya sasaran subsidi dimana 84% subsidi BBM dinikmati oleh golongan menengah keatas; penyeludupan BBM akibat perbedaan harga; adanya kekhawatiran dengan pemakaian BBM pada tingkat sekarang kita akan menjadi net oil importer country sebelum tahun 2010 nanti (bahkan semenjak tahun 2001 sebesar 20% kebutuhan BBM kita sudah harus diimpor). Semuanya alasan ini logis dan dapat dibenarkan.
Realita Rakyat Jelata
Akan tetapi, dari sisi rakyat kebanyakan kenaikan BBM ini tidak dapat dimengerti, tanpa kenaikan BBM pun mereka telah teramat susah untuk bertahan hidup apalagi untuk berkembang. Tapi pemerintah melihatnya lain, kondisi keterbelakangan masyarakat ini tidak akan mungkin dapat diperbaiki tanpa tersediannya anggaran untuk pendidikan, kesehatan, pertanian, usaha kecil, raskin dsb. Memang terdapat jurang perbedaan yang besar antara masyarakat yang harus sehari-hari bertahan dengan perut melilit dengan para pejabat yang dengan tenang merencanakan perbaikan masa depan rakyat.
Tentang realita rakyat jelata, aku jadi ingat pengalaman di Komunitas nelayan Teluk Jakarta. Sewaktu itu terjadi musim angin barat, angin barat ini sangat kencang tapi dimusim inilah nelayan bisa panen udang. Di musim ini ikan-ikan juga menjauh ke tengah. Saat itu terjadi kenaikan BBM oleh Pemerintahan Megawati. Nelayan yang menyambung nyawa sehari-hari langsung tidak lagi bisa melaut.
Pertama kali melihat banyak kapal merapat di bantaran kali aku pikir lebih karena faktor badai, tapi ternyata tidak. Alasan mereka semata-mata karena solar makin mahal dan jelas mereka tidak mempersiapkan rencana keuangan untuk mengantisipasi kenaikan tersebut. Dengan margin pendapatan kecil terhadap komponen biaya (bagian terbesar bahan bakar) melaut menjadi tidak lagi ekonomis bagi mereka. Apalagi untuk melaut lebih jauh ke tengah. Jadi kami memutuskan untuk menolak kebijakan kenaikan BBM. Slogannya waktu itu: "Solar naik nelayan tak melaut!"
Demo waktu itu cukup kreatif, mereka merencanakan sendiri dengan membawa peralatan menangkap ikan mereka: jaring, sarung, kupluk, dsb. Demo tersebut mendapat sorotan media massa. Dua hari kemudian Bp. Purnomo Yusgiantoro datang ke Muara Angke dan dengan cerdas ia mengajak mereka berdialog. Ia menjanjikan mendirikan tempat pengisian solar murah di kawasan tersebut khusus untuk nelayan. Janji tersebut memang direalisasikan.
Beberapa hari kemudian memang berdiri tempat pengisian solar, sangat dekat. Tapi tidak ada seorang nelayan pun yang mengisi solar disana. Meski dengan harga lebih murah karena mereka tetap belum punya uang untuk membeli solar. Kenyataan itu membuktikan bahwa seorang menteri yang cerdas pun bisa salah dalam menyalurkan bantuannya, salah dalam menilai kebutuhan masyarakat apalagi dengan aparat birokrasi ditingkat bawah yang kita tahu sendiri kualitasnya.
Akibatnya selama beberapa bulan nelayan tidak dapat melaut karena dampak dari kenaikan solar langsung berpengaruh dalam kehidupan mereka sehari-hari. Selama beberapa bulan itu, sambil menunggu angin barat berakhir mereka hidup seadanya, makan bersama seadanya, adanya yang pulang kampung untuk menumpang hidup pada keluarganya.
Mungkin itulah sedikit gambaran mengenai dampak jangka pendek kenaikan BBM pada nelayan. Mereka bertahan hidup sehari-hari, tanpa perencanaan terhadap gejolak yang ditimbulkan penguasa. Kenaikan BBM lebih menakutkan dari badai!
Persoalannya menurutku adalah pada horizon waktu dan kesungguhan pemerintah, Dikatakan adanya persoalan horizon waktu adalah apakah dana kompensasi yang diberikan tersebut dapat langsung mencapai sasarannya pada waktu yang tepat dan sasaran yang tepat? Untuk pertanyaan ini aku meragukan kemampuan mesin birokrasi pemerintah. Mereka tidak memiliki sistem pendataan yang memadai dan tidak cukup memiliki pemahaman tentang perilaku konsumsi BBM sebagian besar rakyat. Ditambah lagi dengan sistem birokrasi yang berlapis dan personel yang lamban, masyarakat kalangan bawah paling tidak dalam jangka pendek akan semakin termajinalisasikan oleh kenaikan BBM ini seperti kasus nelayan di atas.
Persoalan kedua adalah mengenai kesungguhan pemerintah, pemerintah tahu akan ada kemungkinan salah sasaran pemberian kompensasi, mereka tahu akan adanya kemungkinan kebocoran dana. akan tetapi, kenapa tidak ada usaha yang sungguh-sungguh untuk memperbaiki pendataan dan Birokrasi pemerintahan sebelum kebijakan pencabutan subsidi BBM diambil.
Setelah dipikir-pikir untuk aku kok jadi curiga dengan segala rasionalisasi pencabutan BBM dan dampak positifnya bagi rakyat. Jangan-jangan ini hanyalah sebuah proyek pencarian ladang baru. Dengan anggaran yang semakin cekak para pejabat masih bisa tetap hidup enak. Toh ada 17,8 Trilyun lagi sumber dana baru yang bisa dibagi-bagi. Bisa jadi sikap ini terlalu skeptis, tapi juga terlalu naif jika kita masih berharap dengan semua janji muluk pemerintah?
Tapi paling tidak inilah saat kita berkata: Silakan Naikan BBM tapi benahi dulu korupsi seperti janjimu dulu, jika tidak maka akan kami tolak.
Mar 5, 2005
Siapakah 'kan menanti yang takkan kembali?
(untuk mba' R yg mengasihi)
Matanya masih bersimbah duka,
getar suaranya tak juga hilang.
Ruang masih hampa dari bunyi.
meninggalkan kau sendiri mengasihi kekasihmu
Di langit ada yang berhenti memutar
jarum waktu. Bahkan sajak kelu.
terpukau padamu.
Pada satu titik.
kita akan terpesona pada cinta
Dan seperti sajak kita akan kehilangan kata-kata
indah penghibur diri
Mungkin memang ada yang kekal dan abadi,
bersembunyi tak ungkap diri
dikedalaman samudera hati
Akan ada saatnya ia datang
mengusir segala sepi
mendekapmu yang lelah dan hampa
menimang jiwa resahmu sampai terlelap
seperti bayi .
Seperti juga di bukit Golgota
seseorang pernah melihatnya datang.
melalui air mata seorang Maria
Saat tujuh luka menembus Isa
Kita tahu ada prahara sesudah itu
Siapakah kan menanti yang takkan kembali?
Kontemplasi 1
Pagi-pagi dapat kabar dari Erita bahwa BI masih menunggu hasil riset dari pemetaan anak jalanan di Jakarta Pusat. Menurutnya "He thinks that maybe some internal problems happened in LSAM". Senang mendengar bahwa ada kontak lagi dengan orang-orang IPPEBI , lebih senang lagi mendengar mereka berpikir positif terhadap keterlambatan yang kami alami. Terus terang selama 2 tahun ini, kegagalan proyek itu menjadi beban pikiranku, apalagi kami tidak menjalin kontak secara organisasi dengan mereka. Kadang memang sesuatu yang dimulai harus benar-benar dituntaskan, bagaimanapun hasilnya. Jika tidak kegagalan kita dalam mencapai sesuatu akan menjadi noda bagi kita dalam memandang diri sendiri.
Berpikir mengenai LSAM, aku bahkan tidak mengerti dimana sesungguhnya titik lemahnya sehingga dari sebuah organisasi yang bersemangat dan kuat menjadi hilang begitu saja. Sumber modal kuat, SDM baik, Networks kuat, dan Sistem organisasi rapi. Kadang aku pikir permasalahan kami adalah terlalu bersikap ambisius dan kehilangan fokus, program kerja terlalu luas dan jarang menghitung keterbatasan. Kami mendirikan beberapa Wisma yang dipenuhi oleh berbagai persoalan sehari-hari anak jalanan, melakukan penelitian, Advokasi kebijakan, mengikuti berbagai event, kegiatan belajar, kegiatan usaha kecil dsb.
Semua hal tersebut menyita sangat banyak energi, kadang kami baru bisa rapat jam 9 malam dan berakhir jam 3 dinihari. Semua hal tersebut tidak mungkin tidak mengganggu kehidupan pribadi masing-masing. Setelah beberapa tahun satu demi satu mulai menarik diri. Semua usaha keras jadi seakan sia-sia, tidak terjadi regenerasi organisasi selanjutnya. Dulu sempat ada harapan mahasiswanya Erita dapat melanjutkan organisasi tersebut tapi entahlah sekarang bagaimana ya Ta?
Berbicara tentang fokus jadi ingat kata-kata Dhoho bahwa kesulitan utama orang seperti kita adalah tidak bisa fokus dalam hal apapun. Setelah dipikir-pikir hal tersebut ada benarnya. Dalam dunia bisnis pun kata segmentasi telah keharusan di zaman ini. Dalam hal ini, entahlah karena pengaruh keilmuan aku selalu merasa bahwa ilmu bisnis adalah ilmu yang paling dekat dalam pemahamannya akan realita manusia. Entahlah hal apa yang menghambat kita untuk fokus? Mungkin semacam pikiran bahwa kita harus mampu mengerjakan segalanya, harus memahami segalanya, jika tidak seperti itu tidak berasa lengkap sebagai manusia bukan?
Tadi siang sempat diskusi melalui telepon dengan JS (salah seorang mentorku yang terpercaya hehehe...) mengenai format lembaga baru yang akan kami dirikan sekitar bulan Mei nanti. Dia mengingatkan bahwa "Jika program kerja yang kalian rencanakan terlalu meluas maka kalian tidak akan mencapai sasaran apapun". Aku rasa pandangannya ada benarnya, karena memang Lembaga Jakarta yang akan didirikan nanti akan bergerak di banyak kegiatan, seperti: Riset kebijakan publik pemerintah DKI, pemberdayaan ekonomi, advokasi publik, dan edukasi warga.
Ketakutan kami apabila memfokuskan diri pada bidang riset dan advokasi kebijakan adalah kami akan sama seperti organisasi lain yang hanya menghasilkan ribuan lembar kertas laporan riset tanpa punya kemampuan untuk mengadakan perubahan. Jelaslah bahwa kita membutuhkan banyak orang yang sadar untuk mendobrak kevakuman. Aku hanya mengerti dua cara bagi slave majority dalam mengusahakan perubahan yaitu: disadarkan secara ideologis dan dipenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomisnya. Melaksanakan program-program diatas secara simultan kemungkinan akan berhasil mencapai sasaran yang diharapkan. Tapi karena keterbatasan kami akan jadi mustahil untuk melaksanakan pekerjaan tersebut secara simultan maka pemilihan prioritas jadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan.
Jika berpikir mengenai bagaimana memulai sebuah organisasi rakyat...aku kok jadi ingat kata-kata dr. Roy (seorang kawan yang dulu sama-sama mengorganisir nelayan di Angke) yang dikutipnya dari Semaun, menurutnya "yang terpenting dalam mengorganisir massa adalah bagaimana supaya mereka berkumpul dan beraktifitas bersama". Jika dipikir-pikir sarannya ada benarnya. Berarti kegiatan awal haruslah melaksanakan program-program kerja yang bersentuhan langsung dengan basis, kegiatan yang mampu melibatkan mereka dalam aktifitas bersama. Berarti harus mulai dari kegiatan-kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat! Kegiatan ini akan menggairahkan mereka untuk berkumpul dan beraktifitas bersama.
Aku sangat yakin mereka akan antusias untuk mengerjakan kegiatan seperti koperasi atau usaha kecil. Paling tidak itulah yang aku tangkap dari perbincangan dengan Dayat, Pak Mashudi, Pak Retno, Kiki dsb. Sekarang tinggal mengidentifikasi potensi-potensi usaha yang feasible. Hal yang perlu diingat adalah jangan sampai kehilangan fokus, terbelenggu dalam masalah yang bersifat ekonomis dengan segala tetek bengeknya. Perlu untuk terus fokus pada sasaran yang lebih besar!!! Yang perlu dipersiapkan adalah Rencana kerja jangka menengah untuk minimal 3-5 tahun ke depan.
Beberapa hal yang perlu dipikirkan dari sisi keterbatasannya adalah: Pertama, kurangnya SDM baik kuantitas maupun kualitas. Untuk mengatasi kekurangan ini, perlu diusahakan pengelolaan SDM secara benar berdasarkan prioritas kerja. Kedua, ketidaksamaan visi, hal ini sangat mungkin terjadi karena kami akan melibatkan orang-orang dengan background berbeda. Untuk mengatasi kekurangan kedua ini perlunya usaha yang terus menerus dalam membina komunikasi gagasan, disamping itu diupayakan adanya konsistensi dalam penyampaian gagasan. Ketiga, perbedaan motif/kepentingan. Perbedaan motif/kepentingan ini sangat mungkin terjadi karena melibatkan beberapa key person. Perbedaan motif dan kepentingan ini berpotensi besar menyebabkan disintegrasi dan sulitnya mensinergiskan program kerja bersama. Karena perbedaan motif dan kepentingan ini hampir tidak mungkin dikelola, maka perlu dipikirkan langkah-langkah antisipasi jika gejala itu mulai muncul kepermukaan dalam rangka menyelamatkan program yang sedang dijalankan.
Hal yang menyenangkan hari ini adalah adanya sikap yang supportif dari kawan-kawan terhadap kegiatan yang akan kami mulai, meski sebelumnya mereka khawatir akan banyak terakomodasinya kepentingan politik elitis di dalamnya. Terima kasih untuk kepercayaannya karena akan sangat sulit bagiku pribadi dalam mengerjakan sesuatu hal tanpa kepercayaan dari orang-orang yang aku segani
Berita buruknya, hari ini aku juga dapat kabar bahwa kak Budi sakit, sekarang dirawat oleh mbak Rosy, pacar dan juga rekan kerjanya. Dia mesti menjalani kontrol medik setiap hari, tadi udah melakukan 14 macam tes dan hasilnya belum diketahui. Sedih sekali ‘gak bisa ikut merawat saudara sendiri. Tapi waktu aku tanyakan kondisinya, katanya "gak apa-apa kok, setiap hari masih bisa masuk ngantor". Kata mbak Rosy suhu tubuhnya tinggi sampai 36,5 derajat, setiap makan muntah, mungkin ia mengalami sejenis penyakit typhus (?). Dari sebentar waktu kedekatan kami aku merasa ia terlalu keras dalam bekerja. Ia punya kebisaan tidur cuma 3 jam sehari. Meski sama-sama tinggal di Jakarta kadang kami hanya sempat bertemu setahun sekali. Aku rasa kami perlu lebih dekat, sebagai saudara...tapi entah kapan....
Mar 2, 2005
Datang dan Pergi
Feb 28, 2005
xxx
"I still find it hard to believe that it is impossible to prove i am real. I can only believe I am Real."
Feb 27, 2005
xxx
Aku baru saja tahu bahwa di Amerika para blogger memiliki kebebasan sebagai seorang jurnalis dalam menyampaikan pendapatnya. Di Indonesia mungkin tidak akan pernah ada kebebasan untuk menyampaikan pendapat, mungkin karena corak demokrasi kita harus selalu dibedakan dengan demokrasi barat dengan kata lain kita harus selalu menjunjung nilai ketimuran kita yang agung (?). Aku pikir budaya ketimuran kita hanya bermanfaat untuk tetap menjaga wibawa dan integritas para penguasa. Dua kualitas yang 'gak pernah mereka miliki. Aku sangat yakin, jika sekarang diadakan sebuah riset sekarang sejenis "topmind" dengan pertanyaan: sebutkan pejabat yang mempunyai integritas? maka kita akan gelagapan menjawabnya :) karena memang tidak ada bukan?
Setelah mengerjakan review beberapa Peraturan Daerah Jakarta dan RAPBD aku menemukan banyak sekali kejanggalan. Dalam RAPBD ditemukan penyimpangan untuk Jakarta saja lebih dari 1,3 Trilyun Rupiah. Penyimpangan itu sangat jelas dan terang karena pemerintah daerah menerapakan anggaran yang tidak sesuai dengan Repetada yang telah disepakati dengan DPRD. itu baru dari sisi pengeluaran, dalam pencapaian indikator kinerja terlihat tidak ada upaya yang sungguh-sungguh apalagi kreatif. Semua aktifitas hanya dijadikan proyek-proyekan belaka, untuk melakukan koordinasi = proyek, untuk melakukan sosialisasi = proyek, untuk pelatihan = proyek, untuk riset = proyek.
Lebih mengenaskan lagi hal itu terjadi di Jakarta, entahlah bagaimana di daerah lain dengan pengawasan yang lebih minim. makanya saat ada laporan kebocoran anggaran mencapai 320 Trilyun rupiah aku langsung berpikir bahwa laporan tersebut ada benarnya. Bayangkan 320 trilyun dalam 1 tahun! anggaplah dengan memberikan modal sebesar 80 juta/keluarga (misalnya dihitung 4 orang) untuk memperbaiki ekonominya. Dengan tingkat suku bunga 6% p.a maka akan ada 16 juta orang yang bisa lepas dari jeratan kemiskinannya. Dan itu bisa dilakukan hanya dalam setahun anggaran, tanpa harus menanggung resiko apapun!
Kenyataan di atas membuatku berpikir untuk apa ada pemerintah jika hanya makin menggendutkan perut orang-orang kaya? dan mempersulit orang-orang yang sudah susah? Tapi mungkin memang terlalu ekstrim menihilkan peran pemerintah. Entahlah apakah kita bisa berharap....
Feb 5, 2005
...
Kerinduan juga merapuh pada dinding-dinding
Kota yang berlumut,
Bukan seperti Saijah dan Adinda.
Menghitung hari pun jadi sia-sia
Tak ada yang menunggu dan tak ada juga
yang kan kembali
Jan 6, 2005
....
Kadang jika kita tak dapat mengutarakan sesuatu,
maka kita hanya dapat memandangnya lewat
meninggalkan kehidupan kita untuk selamanya.
itu pasti akan jadi sebuah penyesalan...