Jul 30, 2009

Maera Putri Pertiwi

Lahirnya si permata hati

Maera Putri Pertiwi anak pertamaku, lahir 2 Juni 2009. Saat sebelum kelahirannya aku sempat terkena sindrom Babyblues, sebuah keadaan psikolgis yang sangat parah. Hampir setiap hari aku selalu mendengar atau melihat di tv, majalah dan koran berita mengenai bayi-bayi yang dilahirkan dalam sebuah keadaan yang tidak sempurna. Malah secara diam-diam aku mencoba menyiapkan diriku secara psikologis untuk menerima keadaannya apapun yang nanti akan terjadi.

Entah kenapa hal ini muncul, mungkin karena aku tinggal dan tidur bersama kucingku si Titi. Untungnya dokter tempat kita periksa rutin Dr. Moch. Baharuddin, Dirut RS Budi Kemulyaan, selalu dapat menenangkan kita. Kekhawatiran ini tidak pernah sekalipun aku kemukakan pada Ruri, takut malah akan semakin memberatkannya dalam menghadapi masa-masa kehamilannya.

Dalam masa-masa kehamilan istriku, aku terlibat dalam kesibukan yang luar biasa. Membantu orang-orang terdekat untuk dapat memenangkan pemilihan legislatif serta menggerakkan mesin partai untuk bekerja. Sebuah pekerjaan yang hampir tidak ada tolak ukur keberhasilannya. Satu-satunya yang bisa dijadikan acuan adalah: semakin kita keras bekerja maka akan semakin besar peluang untuk dapat keluar sebagai pemenang, apalagi sumber daya finansial kita sangat terbatas.

Hampir setiap hari aku terpaksa pulang larut malam dan meninggalkan istriku sendirian di rumah. Aku sangat memahami kesedihannya saat itu, cuma dari pengalaman hidupku aku telah mempercayai bahwa seorang laki-laki dalam dunia yang patriarkis ini haruslah mengutamakan pekerjaannya. Rumah tangga yang dibangun atas dasar cinta saja tidak pernah akan bisa bertahan jika berhadapan dengan tuntutan riil kehidupan. Aku harus minta maaf kepada istri dan putriku atas semua keputusan itu.

Segera setelah urusan Pemilu legislatif selesai, kami memutuskan untuk pindah ke Depok, berada dekat dengan kediaman orang tua istriku sehingga Ruri bisa lebih tenang menjalani masa-masa hamil tuanya.

Sampai pada tanggal 2 Juni 2009, pada pukul 06.00 WIB pagi, Ruri membangunkan dan mengatakan bahwa ada darah yang keluar. Aku melihat darah berceceran di lantai dan sempat panik serta menghubungi orang-orang terdekat. Saat di Rumah Sakit, berdasarkan pemeriksaan Dokter, air ketuban ruri indeksnya ternyata kurang. Ada dua pilihan ceasar atau diinduksi. Setelah konsultasi dengan ibu-nya Ruri maka kita memutuskan untuk dilakukan Induksi. Proses induksi memang menyakitkan. Tidak tega melihat ruri merontak-rontak kesakitan seperti itu. Dari Jam 1 Siang sampai jam 11 malam, Ruri menghadapi sebuah kesakitan yang sangat luar biasa. Aku minta dia bertahan jika pada jam 12 malam masih belum lahir maka kita akan ambil tindakan ceasar. Saat itu, aku sempat berdoa pada tuhan bahkan berjanji untuk melaksanakan sholat 5 waktu jika dapat melalui keadaan itu dengan selamat dan baik-baik saja.

Untunglah, tepat pukul 11.15 putri kami lahir, aku menemani Ruri dalam keseluruhan proses kelahiran tersebut. Bersyukur dan bahagia sekali melihat Ruri dan Putri kami berada dalam keadaan sehat walafiat tanpa kurang satu apapun. Rasanya itulah kebahagian yang tertinggi yang aku alami memecahkan rekor ketika aku berhasil lulus ujian sarjana di Fisip UI.


Maera Putri Pertiwi


Dalam memberikan nama sebenarnya kita berdua tidak cukup siap. 2 Kali USG gagal untuk mengungkapkan jenis kelamin bayi kami. Dari berbagai tanda-tanda selama masa kehamilan, kami berdua sangat yakin bayi kami akan berjenis kelamin laki-laki. Kami telah sepakat untuk memberikannya nama: Maera (ISTANA) Rarna (Menyenangkan) dan aku menyiapkan tambahan nama Nusantara dibelakangnya.

Namun karena ternyata bayi kita perempuan, beberapa hari kita mencari nama yang cocok. Ada sekitar ratusan nama yang aku sortir. Dari beberapa nama itu kami memilih 4 nama, yaitu:

1). Ariane Pratiwi Armani
2). Raissa Ramaniya Pratiwi
3). Anjaly Ramaniya Pratiwi
4). Maera Putri Pertiwi

Akhirnya, setelah mendapat masukan dari beberapa teman dekat dan berdasarkan hitung-hitungan Jawa yang aku tidak begitu mengerti kami memutuskan memilih nama anak kami Maera Putri Pertiwi= Maera (Kebahagian=Irlandia) yang kurang lebih artinya: "Putri Kebahagian Ibu Pertiwi".

Aku berharap nantinya putriku dapat tumbuh menjadi sebuah pribadi yang kuat, peduli pada nasib orang-orang yang tertindas dan membawa kebahagian bagi banyak orang. Bukan tipe kepribadian materialis invidualistis sebagaimana kebanyakan tipe-tipe manusia di zaman kapitalistik. Jika memungkinkan nanti, aku sendiri yang akan mengajarkan berbagai ilmu sosial, sejarah, filsafat, dan politik ekonomi. Aku akan mengajaknya memahami masyarakatnya yang selalu ditindas baik oleh bangsa lain maupun oleh penguasa di negerinya sendiri. Semoga aku masih diberikan umur yang cukup untuk melihat putri tercintaku tumbuh berkembang.