May 5, 2009

Pesta Demokrasi 'rakyat' 2009

Pesta demokrasi rakyat baru saja selesai, inilah kali pertama aku mengikuti proses tersebut dari A-Z. Dari penentuan nama caleg yang penuh ketegangan dan tarik-tarikan kepentingan, penetapan visi misi, penentuan strategi & taktik kampanye, konsolidasi internal, membuka kontak-kontak non struktur di beberapa wilayah, pertemuan terbatas, merancang program maintan basis-basis pemilih, rapat umum, penentuan saksi-saksi tps, perhitungan suara sampai kepada penetapan calon anggota legislatif terpilih melalui rapat pleno KPUD DKI Jakarta. Sungguh merupakan suatu proses yang sangat melelahkan dengan berbagai dinamika dan permasalahannya sendiri. Sungguhpun proses ini masih aku yakini sebagai ranah dari politik elitis, aku cukup senang karena sangat banyak pelajaran yang dapat diambil dari keseluruhan proses tersebut.

Saat penentuan caleg dari PD Jakarta Pusat, kondisi politik memang sedang tidak menguntungkan. Minat seseorang untuk menjadi caleg PD di Jakpus sangat rendah, terutama dari kalangan perempuan. Prediksi paling optimistis dan realistis sewaktu itu adalah 2 kursi di DPRD DKI Jakarta atau sama dengan perolehan pada tahun 2004 yang lalu. Apalagi jika kita mengambil tolak ukur pilkada 2007 (sebagai sebuah tolah ukur yang paling realistis) di mana Adang - Dani Anwar yang diusul oleh PKS berhasil meraih 47% suara. Aku pikir jatah 1 kursi waktu itu, sudah jelas untuk Ketua DPC yang telah berkontribusi banyak dan membangun struktur partai sampai ketingkat anak ranting (RW). Tinggal satu kursi yang diperebutkan oleh semua caleg. Apalagi sebelum keputusan suara terbanyak MK, caleg yang dipilih adalah yang berhasil memperoleh 30% BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) atau setara dengan 12.500 suara. Rendahnya motivasi para caleg ini telah mengakibatnya susahnya partai untuk dapat mengajak para caleg untuk berkontribusi dalam menjalankan program-program kampanye partai agar dapat menjalankan mesin partai.

Keluarnya keputusan MK tentang penentuan anggota legislatif berdasarkan suara terbanyak memang sedikit membuat masing-masing caleg berpacu dan bersaing untuk meraih suara. Tidak jarang terjadi konflik internal karena rebutan basis. Alih-alih memperbesar suara dengan masuk ke kantong-kantong suara partai lawan. Masing-masing caleg saling berberebut untuk masuk ke wilayah-wilayah yang memang merupakan basis partai demokrat. Dengan berbagai cara dan taktik dari masing-masing caleg, struktur Partai yang seharusnya netral jadi terbagi kedalam beberapa blok kepentingan. Tidak jarang seorang caleg ditolak untuk masuk ke suatu wilayah yang telah dikuasai oleh caleg lain.

Kampanye Caleg

Kita yang dari awal telah menfokuskan untuk menggarap basis non struktur dalam rangka pembesaran partai harus menghadapi tantangan yang lebih berat. Tantangan paling berat adalah pragmatisme warga masyarakat yang telah sangat apatis terhadap kondisi politik. Menghadapi apatisme tersebut, pendidikan politik merupakan satu-satu cara yang dapat dipergunakan. Tema-tema pendidikan politik yang kita usung adalah: Pertama,Participatory Budgeting (Anggaran Partisipatif) - yakni sebuah model penganggaran yang berasal dari, oleh dan untuk warga. Model ini diambil dari success story penerapannya di negara-negara Amerika Latin terutama Porto Alegre sebuah negara bagian di Brasil. Apalagi secara nasional, pelaksanaan anggaran berbasis warga ini telah diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baru menerapkan program ini untuk Program Dana Penguatan Kecamatan dan Kelurahan melalui mekanisme Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang). Tidak optimalnya pelaksanaan program ini mengakibatkan tema ini cepat direspon oleh warga masyarakat. Kedua, Kesehatan Gratis untuk Warga miskin, di tingkat Provinsi DKI Jakarta pemerintah telah melaksanakan program Jaringan Pengamanan Kesehatan untuk Keluarga Miskin (JPK-Gakin) serta pemberian Surat Keterangan Untuk Keluarga Tidak Mampu (SKTM) bagi warga yang tidak dapat digolongkan miskin, kepada mereka dibebankan kontribusi sebesar kesanggupannya. Program ini dilaksanakan dengan melakukan pendampingan bagi warga yang tidak mampu untuk berobat ke RS-RS yang bekerja sama dengan pemerintah daerah. Program lain yang dijalankan adalah Pendampingan Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi para pedagang yang membutuhkan bantuan modal usaha. Program lain adalah Kontrak Politik antara Caleg dengan warga berkaitan dengan kewajiban yang harus dilakukan oleh Caleg dalam memperjuangkan aspirasi warga.

Berbagai program tersebut menjadi tema kampanye yang menarik minat warga masyarakat. Sayangnya, dalam waktu yang sedikit program ini tidak memadai untuk merekrut banyak pemilih. KUR misalnya telah membantu 55 orang Pedagang, Pendampingan Kesehatan telah membantu 200 orang untuk dapat mengakses pelayanan kesehatan, Kampanye Dana Penguatan telah mengakibatkan adanya lurah yang dimutasikan karena tidak melaksanakan program tersebut secara nyata.

Aku berpikir bahwa dalam konteks kampanye politik yang paling penting adalah adanya interaksi secara langsung antara caleg dengan konstituennya. Interaksi saja memang tidak cukup, interaksi yang terjadi harus menciptakan trust (kepercayaan) antara caleg dan konstituen. Memang dalam proses tersebut kita tidak menafikkan perlunya untuk mengeluarkan cost politic tertentu.

Entahlah apakah program kampanye tersebut efektif atau tidak? yang jelas di Jakarta Pusat pada masa "booming" Partai Demokrat kita berhasil mendapatkan 4 dari 10 kursi anggota DPRD untuk Jakarta Pusat, dengan 3 diantaranya merupakan kader internal DPC PD Jakarta pusat. (M. Firmansyah, Edward H. Napitupulu, dan Taufiqurrahman). Suatu perolehan kursi yang lebih tinggi dari target awal kita.

Konsolidasi Struktur

Konsolidasi struktur Partai memiliki permasalahan tersendiri, berbeda dengan saat menjadi tim sukses, di mana kita diharuskan berpihak kepada salah satu caleg tertentu. Saat terlibat dalam mesin partai seseorang diminta untuk bertindak netral jika tidak akan menimbulkan resistensi dari struktur yang telah terpecah-pecah pada kepentingan masing-masing caleg. Upaya mengkondisikan struktur kita mulai pertengahan Februari dengan menghidupkan Badan Pemenangan Pemilu (BAPPILU) yang selama ini vakum.

Upaya pengkondisian struktur di luar dugaan ternyata berjalan dengan baik, semua struktur dari tingkat anak cabang, ranting dan anak ranting sangat kooperatif dalam menjalankan kerja-kerja kepartaian untuk pemenangan Pemilu Legislatif, tidak jarang kita mesti memanggil mereka menghadap tengah malam atau subuh-subuh untuk menyempurnakan segala persiapan. Entah spirit seperti apa yang tiba-tiba melingkupi mereka, mengingat selama ini upaya pengkaderan secara ideologis memang masih kurang dilakukan. Aku menduga mungkin kecintaan mereka pada figur SBY.

Kecuali 'kegagalan' rapat umum tanggal 20 Maret 2009 yang disebabkan oleh ulah segelintir oknum di DPD PD Jakarta. Seluruh aktivitas pilleg yang dilakukan oleh struktur seperti: Penyiapan saksi di 1.880 TPS di Jakarta Pusat, pembekalan saksi, Pengawalan Perhitungan suara di tingkat kecamatan berjalan dengan baik. Perhitungan suara yang dapat kita selesaikan pada hari H+3 memiliki akurasi yang sangat tinggi dan hampir tidak ada perbedaan dengan hasil rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPUD Jakarta Pusat. Di samping itu, dari pengamatanku di lapangan, kader-kader PD dapat berbaur dengan baik dengan kader-kader partai lainnya sehingga dapat meredam berbagai resistensi yang terjadi. Inilah merupakan modal yang sangat baik dalam persiapan pilpres pada 8 Juli mendatang.

Kurang siapnya KPU dalam pelaksanaan Pemilu 2009

Selama proses ini, aku mengamati bahwa KPU memang belum siap dalam melaksanakan pemilu 2009 ini. Mungkin wajar karena dana yang tersedia memang sangat minim, sehingga sosialisasi cara memilih tidak dapat diselenggarakan secara maksimal. Hal ini menimbulkan berbagai masalah, misalnya di Kelurahan Gunung Sahari Selatan, petugas PPS tidak mengerti bahwa pemilih yang mencontreng partai dan caleg maka suara pemilih tsb akan dihitung untuk caleg yang bersangkutan. Petugas tersebut bersikeras bahwa suara pemilih tersebut akan menambah suara partai dan caleg, meskipun saksi kita telah mengingatkan bahwa tidak mungkin satu pemilih memiliki 2 hak suara. Keadaan inilah yang menyebabkan timbulnya perbedaan antara jumlah pemilih sah dan suara yang masuk ke partai dan caleg seluruh Partai. Dalam proses perhitungan yang dilakukan oleh PPK juga ditemui berbagai kesalahan yang sifatnya 'human error'. Kasus yang sempat menuai protes dari Parpol lagi2 terjadi di Kemayoran. Kesalahan yang terjadi adalah adanya kesalahan PPK dalam memindahkan jumlah suara dari lembar sebelumnya sehingga menimbulkan penggelembungan suara untuk seluruh Partai, untunglah semua pihak kemudian dapat menerima. Aku membayangkan bahwa keadaan seperti ini pulalah yang menyebabkan maraknya protes di berbagai daerah di seluruh Indonesia.

Di samping itu, saat rekapitulasi suara aku sangat menyayangkan dilakukan secara terbuka penuh, semua orang diperkenankan masuk kedalam ruangan: Caleg, Tim Sukses, wartawan, LSM. Entahlah karena ingin mengesankan bahwa mereka demokratis, kondisi ini melahirkan hujan protes yang malah dilakukan tanpa argumentasi dan data yang jelas. Seharusnya, KPU hanya melibatkan saksi-saksi Partai Politik saja. Ke depan semoga KPU lebih dapat melakukan persiapan secara lebih detail. Jika tidak berbagai kekisruhan akan kembali terjadi.