Mar 5, 2005

Kontemplasi 1

Be Focus!
(Kontemplasi 4 Maret 2005)

Pagi-pagi dapat kabar dari Erita bahwa BI masih menunggu hasil riset dari pemetaan anak jalanan di Jakarta Pusat. Menurutnya "He thinks that maybe some internal problems happened in LSAM". Senang mendengar bahwa ada kontak lagi dengan orang-orang IPPEBI , lebih senang lagi mendengar mereka berpikir positif terhadap keterlambatan yang kami alami. Terus terang selama 2 tahun ini, kegagalan proyek itu menjadi beban pikiranku, apalagi kami tidak menjalin kontak secara organisasi dengan mereka. Kadang memang sesuatu yang dimulai harus benar-benar dituntaskan, bagaimanapun hasilnya. Jika tidak kegagalan kita dalam mencapai sesuatu akan menjadi noda bagi kita dalam memandang diri sendiri.

Berpikir mengenai LSAM, aku bahkan tidak mengerti dimana sesungguhnya titik lemahnya sehingga dari sebuah organisasi yang bersemangat dan kuat menjadi hilang begitu saja. Sumber modal kuat, SDM baik, Networks kuat, dan Sistem organisasi rapi. Kadang aku pikir permasalahan kami adalah terlalu bersikap ambisius dan kehilangan fokus, program kerja terlalu luas dan jarang menghitung keterbatasan. Kami mendirikan beberapa Wisma yang dipenuhi oleh berbagai persoalan sehari-hari anak jalanan, melakukan penelitian, Advokasi kebijakan, mengikuti berbagai event, kegiatan belajar, kegiatan usaha kecil dsb.

Semua hal tersebut menyita sangat banyak energi, kadang kami baru bisa rapat jam 9 malam dan berakhir jam 3 dinihari. Semua hal tersebut tidak mungkin tidak mengganggu kehidupan pribadi masing-masing. Setelah beberapa tahun satu demi satu mulai menarik diri. Semua usaha keras jadi seakan sia-sia, tidak terjadi regenerasi organisasi selanjutnya. Dulu sempat ada harapan mahasiswanya Erita dapat melanjutkan organisasi tersebut tapi entahlah sekarang bagaimana ya Ta?

Berbicara tentang fokus jadi ingat kata-kata Dhoho bahwa kesulitan utama orang seperti kita adalah tidak bisa fokus dalam hal apapun. Setelah dipikir-pikir hal tersebut ada benarnya. Dalam dunia bisnis pun kata segmentasi telah keharusan di zaman ini. Dalam hal ini, entahlah karena pengaruh keilmuan aku selalu merasa bahwa ilmu bisnis adalah ilmu yang paling dekat dalam pemahamannya akan realita manusia. Entahlah hal apa yang menghambat kita untuk fokus? Mungkin semacam pikiran bahwa kita harus mampu mengerjakan segalanya, harus memahami segalanya, jika tidak seperti itu tidak berasa lengkap sebagai manusia bukan?

Tadi siang sempat diskusi melalui telepon dengan JS (salah seorang mentorku yang terpercaya hehehe...) mengenai format lembaga baru yang akan kami dirikan sekitar bulan Mei nanti. Dia mengingatkan bahwa "Jika program kerja yang kalian rencanakan terlalu meluas maka kalian tidak akan mencapai sasaran apapun". Aku rasa pandangannya ada benarnya, karena memang Lembaga Jakarta yang akan didirikan nanti akan bergerak di banyak kegiatan, seperti: Riset kebijakan publik pemerintah DKI, pemberdayaan ekonomi, advokasi publik, dan edukasi warga.

Ketakutan kami apabila memfokuskan diri pada bidang riset dan advokasi kebijakan adalah kami akan sama seperti organisasi lain yang hanya menghasilkan ribuan lembar kertas laporan riset tanpa punya kemampuan untuk mengadakan perubahan. Jelaslah bahwa kita membutuhkan banyak orang yang sadar untuk mendobrak kevakuman. Aku hanya mengerti dua cara bagi slave majority dalam mengusahakan perubahan yaitu: disadarkan secara ideologis dan dipenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomisnya. Melaksanakan program-program diatas secara simultan kemungkinan akan berhasil mencapai sasaran yang diharapkan. Tapi karena keterbatasan kami akan jadi mustahil untuk melaksanakan pekerjaan tersebut secara simultan maka pemilihan prioritas jadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan.

Jika berpikir mengenai bagaimana memulai sebuah organisasi rakyat...aku kok jadi ingat kata-kata dr. Roy (seorang kawan yang dulu sama-sama mengorganisir nelayan di Angke) yang dikutipnya dari Semaun, menurutnya "yang terpenting dalam mengorganisir massa adalah bagaimana supaya mereka berkumpul dan beraktifitas bersama". Jika dipikir-pikir sarannya ada benarnya. Berarti kegiatan awal haruslah melaksanakan program-program kerja yang bersentuhan langsung dengan basis, kegiatan yang mampu melibatkan mereka dalam aktifitas bersama. Berarti harus mulai dari kegiatan-kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat! Kegiatan ini akan menggairahkan mereka untuk berkumpul dan beraktifitas bersama.

Aku sangat yakin mereka akan antusias untuk mengerjakan kegiatan seperti koperasi atau usaha kecil. Paling tidak itulah yang aku tangkap dari perbincangan dengan Dayat, Pak Mashudi, Pak Retno, Kiki dsb. Sekarang tinggal mengidentifikasi potensi-potensi usaha yang feasible. Hal yang perlu diingat adalah jangan sampai kehilangan fokus, terbelenggu dalam masalah yang bersifat ekonomis dengan segala tetek bengeknya. Perlu untuk terus fokus pada sasaran yang lebih besar!!! Yang perlu dipersiapkan adalah Rencana kerja jangka menengah untuk minimal 3-5 tahun ke depan.

Beberapa hal yang perlu dipikirkan dari sisi keterbatasannya adalah: Pertama, kurangnya SDM baik kuantitas maupun kualitas. Untuk mengatasi kekurangan ini, perlu diusahakan pengelolaan SDM secara benar berdasarkan prioritas kerja. Kedua, ketidaksamaan visi, hal ini sangat mungkin terjadi karena kami akan melibatkan orang-orang dengan background berbeda. Untuk mengatasi kekurangan kedua ini perlunya usaha yang terus menerus dalam membina komunikasi gagasan, disamping itu diupayakan adanya konsistensi dalam penyampaian gagasan. Ketiga, perbedaan motif/kepentingan. Perbedaan motif/kepentingan ini sangat mungkin terjadi karena melibatkan beberapa key person. Perbedaan motif dan kepentingan ini berpotensi besar menyebabkan disintegrasi dan sulitnya mensinergiskan program kerja bersama. Karena perbedaan motif dan kepentingan ini hampir tidak mungkin dikelola, maka perlu dipikirkan langkah-langkah antisipasi jika gejala itu mulai muncul kepermukaan dalam rangka menyelamatkan program yang sedang dijalankan.

Hal yang menyenangkan hari ini adalah adanya sikap yang supportif dari kawan-kawan terhadap kegiatan yang akan kami mulai, meski sebelumnya mereka khawatir akan banyak terakomodasinya kepentingan politik elitis di dalamnya. Terima kasih untuk kepercayaannya karena akan sangat sulit bagiku pribadi dalam mengerjakan sesuatu hal tanpa kepercayaan dari orang-orang yang aku segani

Berita buruknya, hari ini aku juga dapat kabar bahwa kak Budi sakit, sekarang dirawat oleh mbak Rosy, pacar dan juga rekan kerjanya. Dia mesti menjalani kontrol medik setiap hari, tadi udah melakukan 14 macam tes dan hasilnya belum diketahui. Sedih sekali ‘gak bisa ikut merawat saudara sendiri. Tapi waktu aku tanyakan kondisinya, katanya "gak apa-apa kok, setiap hari masih bisa masuk ngantor". Kata mbak Rosy suhu tubuhnya tinggi sampai 36,5 derajat, setiap makan muntah, mungkin ia mengalami sejenis penyakit typhus (?). Dari sebentar waktu kedekatan kami aku merasa ia terlalu keras dalam bekerja. Ia punya kebisaan tidur cuma 3 jam sehari. Meski sama-sama tinggal di Jakarta kadang kami hanya sempat bertemu setahun sekali. Aku rasa kami perlu lebih dekat, sebagai saudara...tapi entah kapan....

No comments: