Ketertarikan
saya di dunia politik bukanlah dibentuk oleh suatu keinginan untuk mencari
suatu posisi/jabatan tertentu, melainkan oleh kesadaran bahwa banyak hal yang
mesti dirubah dalam sistem pengelolaan negara.
Kesadaran politik saya dilahirkan dari proses pembelajaran yang panjang,
dalam diskusi-diskusi dan praktik pergerakan massa rakyat.
Era reformasi
yang berlangsung selama hampir dua dekade perlahan mengikis apa yang dulunya
dipercaya dan diperjuangkan. Dekade-dekade yang lewat melahirkan decadency moral dari sebagian besar
orang yang dulu percaya dan berjuang. Entahlah dengan orang lain, saya sendiri
mulai untuk mempercayai perlunya perubahan secara gradual. Banyak teman-teman
yang mungkin memiliki kepercayaan yang sama masuk ke dalam partai-partai
politik, menjadi bagian dari sebuah sistem yang dulunya ditentang.
Saya sendiri
pada awalnya percaya dengan sistem politik yang ada dan menjadi bagian dari
sistem itu. Selama kurang lebih satu dekade bergabung dengan partai politik
meskipun tidak pernah berada dalam posisi penting dan menentukan, saya rasa
telah cukup kiranya pengalaman bagi saya untuk dapat memberikan ulasan mengenai
bagaimana sebuah partai politik itu bekerja.
Partai politik
di Indonesia menurut saya tidak lebih dari sebuah ‘toko kelontong’, toko yang menjual apa-apa yang diminati dan
diinginkan oleh sebagian besar orang. Partai politik bukanlah pabrik bagi
sebuah ide, gagasan, prinsip dan program kerja yang bermanfaat bagi orang
banyak. Dalam posisinya sebagai etalase,
parpol hanya sebatas menyajikan apa yang dicari, apa yang menjadi ‘trending topic’, berharap orang-orang
akan mengasosiasikan sebuah parpol dengan apa yang sedang dijualnya.
Fenomena
majunya beberapa tokoh politik dengan integritas, kemampuan, dan disukai publik,
seperti: Jokowi, Ahok, Ridwan Kamil, Risma, Ganjar dan sebagainya, telah
menunjukan bagaimana parpol berusaha dengan sedapat mungkin mengasosiasikan
dirinya sedekat mungkin dengan tokoh-tokoh tersebut. PDIP Perjuangan sepertinya sangat diuntungkan
dengan fenomena tersebut, karena paling tidak beberapa tokoh yang disebutkan
diatas merupakan kader partainya, namun harus diingat dari beberapa Kepala
Daerah yang menonjol tersebut, mungkin hanya Ganjar Pranowo yang merupakan satu-satunya
kader ideologis partai.
Pertanyaan
yang kemudian muncul adalah: Apakah apa
kebijakan yang mereka terapkan merupakan upaya menjalankan garis kebijakan
partai pengusung? Dari berapa kasus
terlihat bahwa apa yang mereka lakukan kadangkala malah berlawanan dengan
partai pengusungnya sendiri. Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Ahok, merupakan
contoh yang paling jelas bagaimana hubungan antara parpol pendukung dengan
tokoh politik yang diusungnya. Tidak dapat dikendalikan oleh Parpol
pendukungnya malah memilih maju melalui jalur independen memperlihatkan adanya
hubungan yang tidak sejalan dengan parpol pengusungnya. Kejadian ini juga
memperlihatkan bagaimana partai pengusung tidak lebih hanya pengekor dari
seorang tokoh fenomenal tersebut.
Selama bergabung
dengan partai politik dan terlibat dalam formulasi kebijakan publik di lembaga
legislatif daerah, saya tidak merasakan adanya garis partai yang kental yang
dapat dijadikan pedoman dalam merumuskan kebijakan partai. Sebagai contoh
sederhana bagaimana sikap partai terhadap keberadaan kampung-kampung kumuh di
Jakarta? Kebijakan apa yang menjadi preferensi partai apakah slum-upgrading? Rusun? Penyediaan rumah
murah? Sama sekali tidak ada sikap yang jelas. Hal ini menyebabkan parpol
menjadi gagap dalam bersikap terhadap penggusuran, pembenahan kampung dan
program-program penyediaan rumah masyarakat berpenghasilan rendah.
Tidak adanya
sikap dan pendirian yang jelas menjadikan parpol hanya sebagai followers dari berbagai perumusan
kebijakan publik, dengan demikian juga parpol gagal menjalankan fungsinya
sebagai sarana agregasi kepentingan. Dalam menjalankan fungsi lainnya,
katakanlah sebagai sarana rekruitmen politik, parpol juga tidak melahirkan para
pemimpin yang diharapkan, promosi dalam partai politik masih didasarkan pada
kekuatan finansial, sehingga tidak aneh apabila orang yang berkarir di dunia
politik merupakan orang-orang yang memiliki uang untuk menjalankan roda organisasi
dan membiayai pemilihan.
Saya yang awalnya berpikir bahwa dunia politik adalah kontestansi ide-ide dan gagasan-gagasan terbaik sepertinya harus memikirkan kembali mengenai kiprah saya di dunia politik. Pilihannya adalah meneruskan atau memutar arah...